Halaman

Rabu, 12 Januari 2011

TAHUN BARU ISLAM

Muharram adalah bulan pertama dalam kalender hijri. Biasa disebut dengan "awwalu's-sanah as-syar'iyah" awal tahun yang disyari'atkan. Penamaan bulan-bulan hijriyah sendiri sudah ada sejak penciptaan langit dan bumi (at-Taubah:36). Dalam potongan khutbah Wada'nya di 'Arafah, di hadapan 124.000 jamaah haji tahun ke-10 H, Rasulullah SAW tegaskan kembali soal asal-muasal cerita 12 bulan ini, "sesungguhnya tanah suci Mekkah sudah Allah Ta’ala sucikan sejak diciptakannya langit dan bumi." Demikian Dr.'Abd.Karim Al-Khatib, Tafsirul Qur'an bil-Qur'an, Juz 5:761.
Nabi SAW sendiri menamakannya syahru'l-lâh al-Muharram, yaitu bulan Allah, sesuai bunyi hadits Muslim dari Abu Hurairah, Shahihul Jami':116. Ada kebaikan yang Allah Ta’ala selipkan dalam penyebutan ini. Dari soal khazanah amal sampai suratan hidup dan mati hingga rahasia dunia masa depan (Syeikh Fauzan, Risalah Fi Ahadits Syahrullah al-Haram).

Semua ini merupakan tadzkirah, tanda-tanda zaman yang harus dibaca secara kauni oleh ummat manusia seiring dengan pergantian waktu dari hari ke hari.
Apa rahasia dan hikmah penamaan Syahrullah Al-Muharram itu? Ada 2 hikmah, tulis Imam Ibnu Rajab (736-895 H), pertama, sebagai indikator keagungan dan kemuliaan bulan Muharram. Kedua, untuk menunjukkan otoritas Allah Ta’ala dalam mengharamkan bulan Muharram. Ini hak Allah Ta’ala, yang lain tidak berhak mengotak-atiknya. Namun kenyataannya, bulan-bulan Allah Ta’ala ini telah digeser otoritinya oleh negara sebagai pihak pertama yang bertanggungjawab. Penanggalan Islam kalah populer dipentas politik dan bisnis. Kalender Islam seperti barang baru muncul kemaren sore. Padahal Kalender Julian (Julius Caesar) baru muncul sebelum Nabi Isa AS lahir, kira-kira 45 tahun sebelum Masehi. Kalender Gregorian yang banyak dipakai dewasa ini baru disahkan oleh Paus Gregorius XIII pada 24 Februari 1582, atas saran dari Dr. Aloysius Lilius dari Napoli, Italia. Kedua kalender ini penuh dengan hawa paganism, syirik dan klenik, karena lahir dari rahim gereja.
Berdasarkan At-Taubah:36, dapat disimpullkan bahwa Kalender Islam yang berbasis perhitungan bulan qamariyah adalah kalender tertua dimuka bumi ini dengan umur antara 29 dan 30, tidak ada tanggal 28 atau 31 seperti Gregorian punya. Khalifah Umar (13-23 H) sebagai deklatornya menjadikan Muharram sebagai awal tahun kalender Islam dengan ivent semangat hijrah Nabi SAW. Pelanjutnya Khalifah Utsman (23-35 H) menjadikan Muharram sebagai ketentuan waktu pembayaran zakat mal untuk memudahkan perhitungan khaul dalam setahun. Imam As-Samarqandi (w.150 H/767 M) seorang faqih Hanafiyah membawakan riwayat tentang penetapan Muharram sebagai bulan zakat, saat itu khalifah Utsman mengatakan, "Bulan Muharram adalah bulan ditunaikannya zakat kalian, karena bulan ini ada di awal tahun, dan aku memandangnya sebagai waktu terbaik untuk mengambil zakat kalian." (Abu Laits As-Samarqandi, Al-Muhadzzab, Dar Ihya' at-Turats al-'Arabi. Juz I:204).
Kedua Khulafa'ur-Rasyidin ini tampaknya memiliki harapan besar dengan menjadikan bulan Muharram sebagai munthalaq tajdid atau starting kebangkitan. Khalifah Umar RA dengan pendekatan semangat jihad dan tauhidnya, sementara Khalifah Utsman RA dengan pendekatan kesejahteraan ekonomi. Saat itu tahun baru Islam atau sistem penanggalan Islam tidak ditetapkan dengan mengambil nama 'Tahun Muhammad' atau 'Tahun Umar', sebagaimana yang biasa berkembang dalam tradisi Barat. Kalender Islam justru ingin menghilangkan unsur pemujaan seseorang atau penonjolan personifikasi, seperti pada sistem penanggalan Tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa, Al-Masih (Arab) atau Messiah (Ibrani) yang sarat dengan teologi animisme, kultus dan nafas syirik serta keyakinan lokal yang berseberangan dengan semangat tauhid.
Peringatan Tahun Baru 1 Januari atas dasar Kalender Gregorian (Masehi) adalah piur gereja. Beberapa negara Eropa dewasa ini, ada juga yang berbeda waktu dalam merayakan tahun baru. Gereja Orthodok sendiri sebenarnya lebih menyukai pemakaian kalender Julian (Julius Caesar) daripada kalender Gregorian, dari tahun 45 S.M hingga hari ini.
Mengapa 1 Januari dipilih sebagai hari tahun baru? Di antara tujuannya supaya rangkaian perayaan hari Natal, 25 Desember, lebih panjang dan tampak lebih semarak. Meskipun aliran lain dalam gereja, ada juga yang menetapkan selain tanggal 1 Januari, di antaranya ada yang merayakan tahun barunya pada tanggal 1 Maret, 25 Maret dan 25 Desember. Tahun baru kaum Bahá'í, dimulai pada 21 Maret, namanya "Naw Ruz". Naw Ruz sendiri diadopsi oleh sekte sesat Bahá'í dari hari besar Yahudi selain 'Asyura (Rosh Hasanah) di bulan Muharram. Naw Rûz biasa diadakan pada akhir tahun.

Jangan Nodai Kesucian Tahun Baru
Inilah yang dihindari oleh khalifah 'Umar RA, mengapa tahun baru Islam lebih mengutamakan nilai ibadat dan jihad dalam penentuan tahun barunya, walaupun ada banyak saran yang berkembang di parlemen kekhalifahan Umar RA, saat itu. Khalifah Umar RA tidak menginginkan adanya hisab nujumi, yaitu hitungan tanggal astrologi alias mujarrabat yang menjadi rahasia penetapan tanggal atau bulan tahun baru syamsiyah/masehi, yang kini banyak dikembangkan oleh para normal. Dari sini timbul keyakinan lokal dan setumpuk harapan yang terkadang melangkahi qadha' dan qadar Allah Ta’ala, selain tindakan mubadzir yang menghiasi semarak tahun baru masehi dengan pesta hura-hura, tiup terompet, ritual lilin, dan yang tak ketinggalan nafsu perut dan bawah perut.
Budaya tasyabbuh yang menghiasi pesta tahun baru masehi sebenarnya ingin mengarahkan kaum muslimin untuk lebih mencintai produk luar Islam dan merasa minder dengan tradisi Islam yang bersendikan nilai tauhid dan jiwa ittiba'. Sekecil apapun bentuknya, tasyabbuh pada akhirnya akan menyeret ummat Islam pada kehinaan dan jiwa kerdil, Nabi SAW?menyebutnya dengan "ja'ala'z-dzillah wa's-shighar." (HR.Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu 'Umar).
Beda penanggalan Islam dengan kalender lain adalah pada awal hari barunya. Hari baru pada penanggalan Masehi dimulai pukul 00.00 waktu setempat atau jam 24.00. Sedangkan hari baru pada penanggalan Hijriyah dimulai sejak tenggelamnya matahari di tempat tersebut, biasa disebut dengan waktu ghurub yang ditandai dengan adzan maghrib.

Puasa Muharram Sebagai Tonggak Peringatan
Dalam kaitan dengan ibadah puasa, muharram adalah bulan di mana Rasulullah SAW menetapkan atas wajibnya puasa Asyura pada tanggal 10 Muharram setiap tahun, sebelum turun ayat puasa (al-Baqarah:183-187) pada tahun kedua Hijrah. Jadi puasa 'Asyura yang kemudian berubah menjadi puasa sunnah adalah cikal bakal puasa bulan suci Ramadhan. Nabi SAW bahkan menambahnya lagi dengan puasa Tâsû'â yakni tanggal 9 Muharram, sehingga puasa Muharram lebih utama dikerjakan pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Dalam hadits Abu Hurairah dari jalan Humaid bin 'Abdirrahman al-Himyari, Rasulullah SAW bahkan menegaskan bahwa sebaik-baik puasa sunnah setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan haram, maksudnya bulan Muharram (HR. Muslim, Kitabus Shiam bab: Fadhlu Shaumil Muharram).
Orang Yahudi mempuasakan bulan Muharram, terutama tanggal sepuluhnya, terkait dengan hari pembebasan Bani Israel dari rezim Fir'aun yang tenggelam bersama bala tentaranya di laut merah. Puasa 'Asyura Yahudi mereka warisi dari Nabi Musa, sebagaimana riwayat Ibnu Abbas r.a. Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa. Rasulullah SAW. bertanya, "Hari apa ini? Mengapa kalian berpuasa?" Mereka menjawab, "Ini hari yang agung, hari ketika Allah Ta’ala menyelamatkan Musa AS dan kaumnya serta menenggelamkan Fir'aun. Maka Musa berpuasa sebagai tanda syukur, maka kami pun berpuasa." Rasulullah SAW. bersabda, "Kami orang Islam lebih berhak dan lebih utama untuk menghormati Nabi Musa daripada kalian."
Ibnu Abbas RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Puasalah pada hari 'asyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Puasalah sehari sebelum 'asyura dan sehari sesudahnya." (HR Ahmad). Keutamaannya antara lain dapat menghapuskan dosa (kecil) setahun yang lalu. (HR. Muslim). Dan tidak ada keberuntungan yang besar, selain kaffarah dan maghfirah. Karena kunci rahmat dan karunia Allah Ta’ala ada pada pengampunan, bukan malah bikin dosa saat pergantian tahun baru.
Wallahu’alam Bissowab
Abu Taw Jieh Rabbanie
http://dewandakwahjakarta.or.id/index.php/buletin/des10/176-des10.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar