Halaman

Jumat, 09 April 2010

Topik Rum/Bunga Bank

Majelis Tarjih : Bunga Konvensional Bank Swasta Haram
Ahad, 04 April 2010,

MALANG- Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah merekomendasikan bunga bank konvensional hukumnya haram. Baik itu bank swasta maupun bank milik negara. Rekomendasi tersebut dikeluarkan dalam sidang pleno Musyawarah Nasional (Munas) Majelis Tarjih Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Ahad (4/4) dini hari.


Menurut Wakil Sekretaris Munas Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Ki Ageng Abdul Fattah Wibisono, hukum bunga bank itu haram tak hanya untuk bank yang dikelola swasta. Namun, bank-bank milik pemerintah yang dikelola non-syariah hukumnya juga haram. "Sesuai kesimpulan kami, bunga bank itu hukumnya riba. Sedangkan barang yang riba itu hukumnya haram," tutur dia, kemarin.

Dia menjelaskan bahwa berdasarkan majlis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah saat melakukan pengkajian terhadap bunga bank yang diterapkan secara konvensional di Indonesia itu mirip dengan riba. Kemiripan tersebut, terlihat pada tambahan uang sebagai imbalan mendapatkan modal dalam waktu tertentu. Selain itu, ada perjanjian yang mengikat. Sedakang peminjam diikat dan dipaksa untuk memenuhi tambahan pinjaman itu. Sehingga, yang menjadi penikmat dari transaksi di bank itu hanya pemilik modal.

Berdasarkan konsep transaksi semacam itu, kata dia, majelis Tarjih menilai ada dzulmun (tirani) dari pemilik modal pada nasabah atau peminjam modal. Makanya, transaksi pinjam meminjam di bank itu hukumnya riba. Karena itu, kata dia, Majelis Tarjih memutuskan bunga bank haram.

Meski begitu, secara jujur dia mengakui bila keputusan soal bunga bank itu haram bukan merupakan hal yang baru di Persyarikatan Muhammadiyah. Alasannya, saat muktamar tarjih (kini musyawarah nasional) tahun 1968 yang lalu di Sidoarjo, Jawa Timur, juga mengeluarkan keputusan bahwa bunga bank itu hukumnya haram.

Namun, lanjut dia, karena berbagai pertimbangan yang diharamkan hanya bank konvensional milik swasta. Sedangkan bunga bank pemerintah kala itu diputusklan hukumnya masuk kategori mutasyabihat (mengambang). Alasannya, karena hasil dari bank pemerintah waktu itu dinilai lebih banyak manfaatnya untuk rakyat. Sebab, hasilnya itu dialokasikan untuk pembangunan negara. Misal untuk pembangun jalan, membuat rumah sakit, sekolah, dan fasilitas publik lainnya.

Lantas mengapa bank milik swasta diharamkan? ''Ya karena keuntungan bank swasta hanya dinikmati segelintir atau sekelompok orang saja. Terutama , para pemilik modal bank saja. Nah, sekarang ini kan sudah beda. Sejak era reformasi ada kebijakan privitasisasi bank pemerintah. Sehingga pemegang saham mayoritas di bank pemerintah pun ada yang bersifat swasta," tutur Fattah.

Dengan adanya kondisi semacam itu harus ada solusi. Sebab, bank konvensional menurut Muhammadiyah haram karena ada unsur riba. Solusinya, terang dia, majelis tarjih menghimbau kepada umat Islam untuk pindah ke bank yang menggunakan sistem syariah. Alasannya, berdasarkan pengkajian dan pemahaman majelis tarjih, sistem perbankan syariah tidak mengandung unsur riba. Sehingga, hukumnya haram

Kendati demikian, terang dia, penerapan hukum ini tak bisa serta merta langsung dilaksanakan di seluruh penjuru tanah air. Sebab, Majlesi Tarjih memahami bila sampai saat ini tidak semua wilayah ada bank syariah. Bank-bank syariah belum menjangkau ke seluruh penjuru pelosok tanah air IUndonesia. "Karena itu, untk sementara ini kita masih memberi pilihan untuk memanfaatkan bank konvensional dan bank syariah. Tapi, ke depan semua wajib ke bank syariah, jika di daerahnya sudah ada bank non-konvensional itu," pungkas Abdul.
Red: taufik
Rep: asran aji

Putusan Majelis Tarjih Perkuat Fatwa MUI
Ahad, 04 April 2010, 16:45 WIB
JAKARTA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin menyambut penerbitan fatwa bunga bank haram oleh Munas Majlis Tarjih PP Muhammadiyah. Fatwa tersebut memperkuat fatwa MUI yang terbit pada 2003. Fatwa Muhammadiyah itu juga sejalan dengan fatwa serupa yang diterbitkan berbagai forum ulama Islam dunia. ‘’MUI sudah mengeluarkan pada 2003. Jadi, kalau Muhammadiyah mengharamkan bunga bank itu memperkuat fatwa,’’ katanya kepada Republika, Ahad, (4/4).

Menurut Maruf, setidaknya terdapat tiga forum ulama internasional Islam yang juga menyatakan bunga bank haram. Ketiganya adalah forum majma’ul buhus di Al Azhar, forum fiqh Organisasi Konferensio Islam (OKI), dan forum fiqh Rabithah Alam Al Islami. Ketiga forum berpendapat bunga bank sama dengan riba karena mengambil keuntungan lebih dari usaha meminjamkan dana kepada pihak lain. ‘’Bunga itu sama dengan riba karena hanya mendapatkan uang dari meminjamkan bukan hasil dari usaha,’’ katanya.

Karena itu, menurut Maruf, penerbitan fatwa haram bunga bank oleh Majlis Tarjih Muhammadiyah sejalan dengan pendapat sebagian besar ulama dunia. Dengan demiian, fatwa pengharaman tersebut perlu didukung. ‘’Ini artinya fatwa (haram bunga bank) menjadi sangat kuat karena semua menyatakan bunga bank haram,’’ katanya.
Mengenai masih adanya Ormas Islam yang belum menyatakan haramnya bunga bank, Maruf mempersilakannya. Namun, ia menilai sikap Ormas tersebut berseberangan dengan kesepakatan banyak ulama di Indonesia dan dunia. ‘’Ini karena fatwa MUI haram bunga bank juga merupakan kesepakatan forum-forum Islam Indonesia,’’ katanya.
Red: taufik
Rep: bachrul ilmi

Said Aqil: Bunga Bank Masalah Khilafiyah
Senin, 05 April 2010,
JAKARTA – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj menyatakan permasalah bunga bank tetap menjadi masalah perbedaan pendapat antar ulama atau khilafiyah. Pernyataan itu terlontar menyikapi penerbitan fatwa haram bunga bank oleh Majlis Tarjih Muhammadiyah baru-baru ini. ‘’Masalah ini masih khilafiyah. Lalu, ini kan juga masalah furuiyah (cabang), bukan masalah prinsip,’’ katanya kepada Republika, Senin, (5/5).

Menurut Said, PBNU masih memegang hasil keputusan Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada 1989. Saat itu, terjadi perbedaan pendapat antar ulama yang menghasilkan tiga sikap. Sebagian ulama menyatakan bunga bank adalah haram karena ada unsur spekulasi. Sebagian lain berpendapat bunga bank halal karena adanya kesepakatan antara dua pihak dan dilakukan dengan kerelaan hati tanpa paksaan. ‘’Hukum lainnya adalah bunga bank bisa menjadi syubhat (tidak jelas halal-haramnya),’’ ujarnya.

Meski telah berusia 21 tahun, Said menyebutkan, PBNU di bawah kepemimpinannya saat ini masih memegang hasil muktamar tersebut. Hal itu karena belum ada rencana pelaksanaan forum ulama NU yang mengkaji soal halal haram bunga bank.

Selain itu, negara berpenduduk mayoritas Muslim seperti Arab Saudi juga memperbolehkan pemberian akses layanan perbankan konvensional dengan sistem bunga dan perbankan syariah dengan sistem bagi hasil. ‘’Jadi, kalau belum diubah ya kita mesti pegang hasil yang sudah ada dan kita belum ada rencana untuk membahasnya,’’ ujarnya.
Red: siwi
Rep: Bachrul Ilmi

Dikutip Oleh, Tim IsDi
Islam-Dialog@yahoo.com
URL Http://www.Islam-Dialog.Blogspot.Com
Sumber, http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/04/05/109523

Tidak ada komentar:

Posting Komentar